Tugas Farmasetika Dasar “Obat Tradisional”

TUGAS FARMASETIKA DASAR “OBAT TRADISIONAL”

Dosen : Amelia Febriani, S. Farm.,MSi, Apt 

Kelas K

Disusun Oleh :

Zevania Sitomorang           (12334036)

Astriani Oktavia                 (15334014)

Indah Sari Christina           (15334031)

Rutini Susi Elawati             (16334097)

Kharina Nurkhasanah        (16334099)

Ilhami Azizam                    (16334711)

Ali Hartono                        (16334780)

Muhamad Rahmat             (17334003)

Rahmi Yuni                       (17334006)

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2019

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak-Nyalah makalah Farmasetika Dasar yang membahas tentang “Obat Tradisional” ini dapat diselesaikan secara sistematis.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang obat tradisional ini, baik bagi para pembaca pada umumnya maupun bagi para penyusun khususnya.

Penyusun juga menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab, itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Farmasetika Dasar ibu Amelia Febriani, S. Farm.,MSi, Apt yaitu yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik.

Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai kita.


                                                                                                 Jakarta, 22 April 2019


                                                                                                       Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………….. i

DARTAR ISI………………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………….. 1

  1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………….1
  2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………….2
  3. Tujuan……………………………………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………… 3

  1. Definisi Obat Tradisional………………………………………………………………………..3
  2. Penggolongan Obat Tradisinonal………………………………………………………….. 4

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………. 12

     1. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………….. 13

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Menurut UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan Sediaan Farmasi. Dalam Undang Undang ini yang dimaksud Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa hakekat obat atau pengertian obat adalah bahan atau campuran yang dipergunakan untuk diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan mental pada manusia atau hewan, mempercantik badan atau bagian badan manusia.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

Obat tradisional di Indonesia sangat besar perananya dalam pelayanan kesehatanmasyarkat di Indonesia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Karena memang Negara kitakaya akan tanaman obat-obatan . Namun, sayang kekayaan alam tersebut tampaknya masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesehatan. Padahal saat ini biaya pengobatan moderncukup mahal ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini belum sepenuhnya beakhir. Hal tersebut di khawatirkan dapat membuat kemampuan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal semakin menurun.

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus dilestarikan dandikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan dan meningkatkan pemerintahdan masyarakat itu sendiri. Selama ini industri jamu ataupun obat-obat tradisional bertahan tanpadukungan yang memadai dari pemerintah maupun industri farmasi. Sementara iu tantangan daridalam negeri sendiri adalah sikap dari dunia medis yang belum sepenuhnya menerima jamu danobat tradisional. Merebaknya jamu palsu maupun jamu yang bercampur bahan kimia beberapawaktu lalu, semakin menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan mengkonsumsi jamu dan obat tradisional sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Onat tradisional ini tentunya sudah uji bertahun-tahun bahkan berabad-abad sesuai dengan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa  definisi dari Obat Tradisional?
  2. Apa penggolongan Obat Tradisional?
  3. Apa saja contoh Obat Tradisional yang beredar di indosedia?

2. Tujuan Masalah

  1. Untuk mengetahui definisi Obat Tradisional.
  2. Untuk mengetahui penggolongan Obat Tradisional.
  3. Untuk mengetahui obat Tradisional yang beredar di Indonesia.

BAB II

PENDAHULUAN

  1. Definisi Obat Tradisional

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indosesia Nomor 12 Tahun 2014, Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tmbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atu campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pegobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker. Buah belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi, Daun bluntas untuk obat menghilangkan bau badan, Bunga belimbing Wuluh untuk obat batuk.

Obat yang beredar sekarang ini tak lepas dari perkembangan obat di masa lalu. Perlu kita ketahui bahwa penemuan obat jaman dahulu berawal dari coba-mencoba yang dilakukan oleh manusia purba. Biasanya di sebut, “EMPIRIS”. Empiris berarti berdasarkan pengalaman dan disimpan serta dikembangkan secara turun-temurun hingga muncul apa yang disebut Ilmu Pengobatan Rakyat atau yang lazimnya disebut Pengobatan Tradisional Jamu. 

Yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi  Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.

2. Penggolongan Obat Tradisional

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait mengupayakan pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan khususnya dalam hal obat tradisional atau obat bahan alam Indonesia perlu dikembangkan secara tepat sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dan benar. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofar-maka, UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat tradisional dimana penjabaran dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 tang-gal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia. Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :

  1. JAMU

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.

Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
  • Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan, disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.

Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” sebagaimana contoh terlampir. Logo dimaksud berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU

Contoh kemasan jamu yang beredar di Indonesia :

Gambar : Produk jamu yang beredar di masyarakat
  • Obat Herbal Terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka. Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria menurut keputusan kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.2411 :

  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
  • Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik (Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium)
  • Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” , logo berupa ” JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”  harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Contoh obat herbal terstandar (OHT) yang beredar di indonesia sebagai berikut:


Gambar : Produk Obat Herbal Terstandar beredar di masyarakat
  • Fitofarmaka

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 760/MENKES/PER/IX/1992,  Fitofarmaka adalah sediaan obat dan obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku

Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis. Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ).

Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
  • Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik (Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi )
  • Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Kelompok Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAK”. Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur . Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.

Contoh obat Fitofarmaka yang beredar di indonesia sebagai berikut:


Gambar : Produk Fitofarmaka beredar di masyarakat

Fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang panjang yang setara dengan obat-obatan modern yang beredar di masyarakat, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses penanaman tanaman obat, panen, pembuatan simplisis, ekstrak hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.

BAB III

PENUTUPAN

  1. Kesimpulan

            Menurut permenkes nomor 246/Menkes/Per/V/1990, Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Sedangkan menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indosesia Nomor 12 Tahun 2014, Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tmbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atu campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pegobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :

  1. Jamu
  2. Obat Herbat Terstandar
  3. Fitofarmaka

Contoh beberapa obat tradisional yang beredar diindonesia yaitu tolak angin, stimuno, lelap, kuku bima, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ashutosh Kar, 2009, Farmakognosi dan Farmakobioteknologi, Alih Bahasa : Juli M., Winny R.S., Jojor S., Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
  2. Suryana.2011. Penggolongan Obat Tradisional. http:// penggolongan-obat- tradisional.html// akses 13 oktober 2011
  3. http://jdih.pom.go.id/produk/Keputusan%20Menteri/10_1990_246-Menkes-Per-V-1990_ot.pdf
  4. http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/7_1992_760-Menkes-Per-IX-1992_ot.pdf
  5. http://jdih.pom.go.id/produk/KEPUTUSAN%20KEPALA%20BPOM/17_17%20mei%202004_HK.00.05.4.2411-2004_ot.pdf

			

FORMULASI NIGHT CREAM

Dosen Pengampu : Amelia Febriani, S.Farm., Msi., Apt.

Disusun Oleh :

Kelompok 2 (Tugas II)

  1. Eka Ayu Safira                           18334732
  2. Gusti ayu putri m.r                     18334723
  3. Kandela aisyah ambuwaru        18334762
  4. Naima Saraswati                         18334731
  5. Nurmaulani Purwanti                18334745
  6. Sari Oktaviani Br Simarmata    18334720
  7. Ning Ratih Handayani                  18334744
  8. Mega                                                18334741

Program Studi S1 Farmasi

Fakultas Farmasi

Institut Sains Teknologi Nasional Jakarta

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kakuatan, kamampuan, dan rahmat – Nya, sehingga  dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi Kosmetika yang berjudul “Formula Night cream” 

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Amelia Febriani, S.Farm., Msi., Apt

selaku Dosen Pengampu pada mata kuliah ini yang telah memberikan bimbingan, dan ilmu yang telah di berikan kepada kami, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada teknik penulisan maupun materi. Kritik dan saran sangat penyusun harapkan untuk perbaikan maupun pengembangan sehingga makalah ini lebih bermanfaat.

Jakarta, April  2020

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………. 1
  2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………….. 3
  3. Tujuan…………………………………………………………………………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  • Kulit ……………………………………………………………………………………………………… 4
  • Proses Penuaan pada Kulit……………………………………………………………………… 10
  • Tanda-tanda Penuaan…………………………………………………………………………….. 11
  • Krim ……………………………………………………………………………………………………… 12
  • Persyaratan Krim…………………………………………………………………………………… 13
  • Penggolongan Krim………………………………………………………………………………… 14
  • Metode Pembuatan Krim……………………………………………………………………….. 15
  • Pembentukan Krim………………………………………………………………………………… 15
  • Kualiatas Dasar Krim…………………………………………………………………………….. 16
  • Kelebihan dan Kekurangan Krim…………………………………………………………… 16
  • Penyimpanan Krim………………………………………………………………………………… 17

BAB  III PEMBAHASAN

  • Formulasi Krim Malam …………………………………………………………………………. 18
  • Pembahasan Formulasi Krim Malam………………………………………………………. 19

BAB  IV PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………… 24

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………….. 25

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Kosmetik telah menjadi bagian kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmein” artinya berhias. Kosmetik digunakan secara luas baik untuk kecantikan maupun untuk kesehatan. Masyarakat di zaman Mesir Kuno sudah memanfaatkan merkuri pada abad ke 18. Dunia kedokteran memakai merkuri sebagai obat sifilis, tapi sekarang semua bahan obat dokter yang mengandung merkuri sudah ditinggalkan karena merkuri adalah logam berat yang berbahaya bagi kesehatan (BPOM, 2003).

Menurut peraturan Menteri kesehatan RI No.445/Menkes/PerMenkes/1998 yaitu Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambahkan daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suati penyakit.

Sesuai dengan perkembangan zaman, bentuk kosmetik semakin praktis dan mudah digunakan. Bahan yang dipakai dalam kosmetik, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya, tetapi sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetik untuk maksud meningkatkan kecantikan. Keinginan manusia untuk menjadi cantik ataupun tampan adalah faktor utama yang mendorong manusia menggunakan kosmetik pemutih wajah (BPOM, 2008).

Saat ini jenis kosmetika yang banyak digunakan masyarakat khususnya para wanita adalah produk bleaching cream yang lebih dikenal sebagai krim pemutih. Hal ini dikarenakan produk tersebut dapat memutihkan dan menghaluskan kulit wajah dalam waktu singkat. Dibeberapa Negara di Afrika, efek samping kosmetik sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sulit diatasi. Di Swedia selama lima tahun 1989-1994 dilaporkan 191 kasus efek samping kosmetik dari 253 jenis kosmetik, dengan pelembab menjadi golongan tersering menimbulkan efek samping kosmetik, sedang pengharum merupakan bahan yang sering menimbulkan reaksi alergi. Di daerah Sub Sahara seperti Mali, dan Senegal, penggunaan pemutih kulit mencapai 25% pada wanita dewasa, juga pada pria. Bahan pemutih yang digunakan antara lain hidrokinon, superpoten kortikosteroid, bahan kaustik dan sabun yang mengandung merkuri. Produk tersebut di oleskan keseluruh tubuh sekali atau dua kali sehari sampai beberapa tahun dan mudah didapat dipasaran dengan harga yang murah. Sedangkan di Belanda survey menemukan sebesar 12,2% pemakai kosmetik mengeluh pernah menderita efek samping kosmetik (Djajadisastra, 2005).

Angka kejadian efek samping kosmetik juga cukup tinggi terjadi di Indonesia, terbukti dengan selalu di jumpainya kasus efek samping kosmetik pada praktek seorang dermatologi. Reaksi efek samping kosmetik yang terjadi disebabkan karena penambahan bahan aditif untuk meningkatkan efek pemutih, disamping karena penggunaan jangka panjang pada area yang luas pada tubuh, di iklim yang panas dan lembab yang kesemuanya meningkatkan absorbsi melewati kulit. Penelitian yang dilakukan oleh YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia) pada bulan april tahun 2002 terhadap 27 produk pemutih wajah dan anti kerut yang beredar di pasaran, ternyata kebanyakan dari produk tersebut masih dalam kategori obat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dari 20 merek yang dijadikan sampel yang diteliti menunjukkan ada lima merk kosmetik pemutih wajah yang telah terdaftar tetapi masih mengandung merkuri, meskipun kadarnya kecil. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI (BALITBANG DEPKES RI) telah melakukan penelitian kandungan merkuri dalam rambut pemakai krim pemutih kulit dan diperoleh kadar merkuri dengan jumlah relatif tinggi (LITBANG DepKes RI, 2002).

Berdasarkan PERMENKES RI No.445/MENKES/PER/V/1998 tentang Bahan, Zat warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada kosmetik, yang menyatakan bahwa Raksa dan Senyawanya Dilarang Digunakan dalam kosmetik. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.17 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. Hk.03..1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika, yang menyatakan kadar logam merkuri tidak lebih dari 1 mg/kg atau 1 mg/L (1 bpj). Dampak dari absorpsi ini ialah efek samping kosmetik yang dapat berlanjut menjadi efek toksik kosmetik. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) pada manusia (BPOM, 2006).

  1. Rumusan masalah
  2. Untuk mengetahui dan memahami materi teknik kosmetika tentang sediaan krim malam
  3. Untuk mengetahui dan memahami dalam perancangan formulasi sediaan krim malam
  4. Untuk mengetahui dan memahami metode pembuatan yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim malam
  1. Tujuan
  2. Untuk mengetahui dan memahami materi teknik kosmetika tentang sediaan krim malam
  3. Untuk mengetahui dan memahami dalam perancangan formulasi sediaan krim malam
  4. Untuk mengetahui dan memahami metode pembuatan yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  • Kulit
  • Struktur dan Fungsi Kulit

       Kulit adalah organ tubuh dengan struktur kompleks yang terletak paling luar, menutupi dan melindungi seluruh tubuh dari berbagai jenis rangsangan eksternal, kerusakan, serta menghindari hilangnya kelembaban. Kulit merupakan organ terbesar yang mencapai 16% dari total berat badan orang dewasa dengan luas kulit 1,6 m2. Ketebalan kulit tergantung pada umur, jenis kelamin dan lokasi. Kulit laki-laki lebih tebal daripada kulit wanita, namun wanita mempunyai lapisan lemak subkutan yang lebih tebal daripada laki-laki (Mitsui,1997). Kulit tersusun dari tiga lapisan utama yaitu epidermis, dermis,dan jaringan subkutan yang memiliki karakter dan fungsinya masing-masingsacara lebih spesifik. Secara umum, kulit memiliki fungsi penting dalampengaturan suhu tubuh, proteksi, perasa  sensation%, ekskresi, dan pembentukan vitamin D (McLafferty dkk., 2012) . Struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 2.1

  • Struktur Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan, yaitu :

  1. Epidermis atau kutikula epidermis

Epidermis merupakan bagian kulit yang berlapis, berbentuk pipih, serta tersusun dari dua tipe sel yakni sel keratinosit dan sel dendrit. Epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar dengan ketebalan 0,1-0,3 mm (Kolarsick dkk., 2011). Pada lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan ketebalannya berbeda-beda diseluruh tubuh. Ketebalan lapisan ini juga tergantung kepada volume air yang ada di epidermis. Lapisan epidermis dibagi menjadi beberapa lapisan dari yang terluar hingga terdalam yaitu stratum corneum (horny layer), stratum lucidum (clear layer), stratum granulosum (granular cell layer), stratum spinosum (prickle cell layer), stratum basal (basal cell layer) (Igarashi dkk., 2005)

        Stratum corneum merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan epidermis. Stratum corneum terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak mengalami proses metabolisme, tidak memiliki inti, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air (Tranggono dan Latifah, 2007). Stratum corneum ini sebagian besar terdiri atas keratin yang dapat memproteksi kulit dan jaringan dibawahnya dari panas, mikroorganisme, dan bahan-bahan kimia (McLafferty dkk.,2012)

        Stratum lucidum (clear layer) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di ba’ah stratum corneum, dan dianggap sebagai penyambung stratumcorneum dengan lapisan granulosum. Lapisan ini hanya ditemukan di daerah dengan kulit yang tebal seperti telapak kaki dan telapak tangan (McLafferty dkk., 2012).Stratum granulosum (grabular cell layer) terdiri atas 3 sampai 5 lapisan keratinosit. Pada lapisan ini sel mengalami apoptosis. Sel akan kehilangan nukleusnya dan mengalami proses keratinisasi keratinosit menjadi keratin. (McLafferty dkk., 2012). Lapisan ini mengandung serabut keratin yang lebih lembab dibandingkan dengan stratum basal dan stratum spinosim (Igarashi dkk., 2005)

        Stratum spinosum (prickle cell layer) disebut juga lapisan malphigi yang terdiri atas 5 sampai 15 lapis sel (McLafferty dkk., 2012). Bentuk sel yang menyusun lapisan ini berbeda-beda tergantung pada lokasi sel berada seperti bentuk polihedral dan berinti bulat pada spinosum suprabasal sementara sel-sel pada bagian atas spinosum umumnya memiliki bentuk yang besar (Kolarsick dkk.,2012).

Stratum basal (basal cell layer) merupakan lapisan terdalam epidermis yang tersusun atas satu baris keratinosit. Sel lain yang ditemukan dilapisan ini adalah melanosit dan sel merkel (McLafferty dkk., 2012). Stratum basal mengandung sekitar 8% air di epidermis. Lapisan ini dapat menjadi lebih tipis dan kehilangan kemampuan menahan air akibat adanya penuaan (Igarashi dkk., 2005)

  • Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit setelah lapisan epidermis. Lapisan ini biasanya lebih tebal yaitu sekitar 1 sampai 4 mm. Komponen utama dermis adalah kolagen dan jaringan elastin (Igarashi dkk., 2005) dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar – kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh darah , getah bening, dan otot penegak rambut. Dermis tersusun atas dua lapisan yaitu reticular layers dan papillary layers. Reticular layers dibentuk oleh jaringan ikat kuat yang mengandung kolagen dan jaringan elastin sedangkan papillary layers mengandung saraf dan pembuluh kapiler (McLafferty dkk., 2012).

  • Lapisan Subkutan

Lapisan subkutan merupakan lapisan ketiga atau bagian paling ba’ah dari kulit setelah lapisan dermis. Lapisan ini merupakan lapisan elastis dan terdiri atas beberapa sel adiposa yang berikatan interkoneksi dengan serat kolagen sebagai penghubung dengan lapisan dermis. Tebal lapisan ini yakni 4 sampai 9 mm (Igarashi dkk., 2005).

  1. Fisiologi dan Biokimia Kulit
  2. Pernapasan Kulit

Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga bernapas (respirasi), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit tergantung pada banyak faktor di luar maupun di dalam kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, dilatasi pembuluh darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain.

Bahan-bahan yang menstimulasi pernapasan kulit adalah ekstrak ragi, ekstrak placenta, asam panthotenat, asam boraks, vitamin A & D, air mawar, hidrokortison, neomycin, bacitracin dan pasta zinc.

Bahan-bahan yang menekan atau mengurangi pernafasan kulit adalah bahan pengawet, bahan antiseptik, asam lemak, fluorida, butil alkohol, ammoniated mercury, asam benzoat, asam salisilat, sulfur, coal tar.

  • Mantel Asam Kulit

Pada mumnya pH fisiologis mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5 sehingga bersifat asam lemah. Ada tiga fungsi pokok mantel asam kulit, yaitu:

  1. Sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia yang terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.
  2. Membunuh dengan sifat asamnya atau setidaknya menekan pertumbuhan mikroorganisme yang membahayakan kulit.
  3. Dengan sifat lembabnya sedikit banyak mencegah kekeringan kulit.

Karena itu hendaknya pH kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologis mantel asam kulit. Kosmetik demikian disebut kosmetik dengan ”pH-balanced”.

  • Mantel Lemak Kulit

        Sebum di permukaan kulit merupakan lapisan lemak yang sebagian besar berasal dari kelenjar sebasea dan sebagian kecil berasal dari lemak sel-sel epidermis disebut mantel lemak kulit, yang terdiri atas trigliserida, asam-asam lemak, squalene, wax, cholesterol dan ester-esternya, fosfolipid, dan parafin. Jumlah lemak di permukaan kulit berbeda untuk tiap individu dan bagian-bagian tubuh. Seseorang mempunyai kulit kering (sebostatic) atau kulit berminyak (seborrheic) tergantung pada jumlah lemak yang diekskresikan oleh kelenjar sebasea. Klasifikasi kulit kering dan kulit berminyak tidak berlangsung seumur hidup karena bisa terjadi pergeseran antara keduanya.

  1. Jenis-jenis Kulit

Berdasarkan ahli kecantikan, jenis kulit dikelompokkan menjadi beberapa jenis :

  1. Kulit kering           

Kulit yang memiliki lemak permukaan kulit yang sedikit atau kurang, sehingga   pada permukaan terasa kering, kasar, dan banyak lapisan kulit yang lepas atau retak, kaku, tidak elastis, dan mudah terlihat kerutan.

  • Kulit Berminyak

Kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit yang berlebihan sehingga menjadi tampak mengkilat, mudah kotor, kusam, mempunyai pori-pori yang lebar sehingga permukaannya kasar dan lengket.

  • Kulit Normal

Merupakan kulit yang ideal yang sehat, tidak mengkilap, segar, elastis dan minyak pada permukaan dan kelembaban cukup.

  • Kulit Kombinasi

Kulit seseorang yang memiliki sifat campuran (a dengan b atau a dengan c) atau sebagian bersifat berminyak dan sebagian kering.Kulit

  • Sensitif

Kulit yang sangat peka bila kontak terhadap suatu zat. Kulit sensitif, bisa diartikan sebagai kulit yang tipis, mudah luka dan kadang kala ber-warna kemerahan. Sebagian ilmuwan atau dokter berpendapat, kulit sensitif lebih banyak ditemui pada orang Scotlandia, Irlandia, Iceland (bagian utara Eropa) dibandingkan dengan orang negara lain. Mereka yang memiliki kulit sensitif, bisa kita lihat dan diagnosa dengan kondisi di mana pembuluh darah (kapiler) dan ujung saraf terletak dekat ke permukaan kulitnya. Argumen ini pula yang sering dipakai oleh para ilmuwan untuk menjelaskan mengapa orang yang berkulit sensitif, lebih mudah kulitnya menjadi merah dan terkena iritasi setelah pemakaian produk kosmetik tertentu. Orang yang berkulit sensitif, juga lebih mudah mengalami masalah kulit melalui makanan yang dikonsumsi. Seperti makanan pedas, kafein (kopi), nikotin (rokok) dan Niacin (vitamin B3). Hal ini disebabkan karena makanan-makanan atau rokok tersebut memperbanyak aliran darah ke permukaan kulit, sehingga kulit menjadi merah.

  • Kulit Hiperpigmentasi

Kulit yang memiliki bercak-bercak hitam.

  • Kulit Berjerawat

Kulit yang disertai dengan jerawat yang biasanya terjadi pada kondisi jenis kulit berminyak.

2.2 Proses Penuaan pada kulit

            Penuaan adalah suatu proses alami yang mengarah pada kehilangan integritas struktual dan fungsi fisiologis dari kulit. Penuaan biologis secara definisi tidak dapat dihindari oleh pengaruh waktu biologis pada kulit, yang tidak dipengaruhi oleh paparan sinar matahari berulang (Barel, et al., 2009).

Penuaan merupakan proses yang alamiah dan tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Seiring bertambahnya usia, maka tanda-tanda penuaan pada wajah mulai bermunculan. Seperti munculnya kerutan atau garis-garis halus yang muncul diarea sudut mata, kening, dan sekitar bibir. Bila garis-garis halus disana mulai muncul, maka menjadi petunjuk bahwa wajah membutuhkan perawatan yang lebih (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Terjadinya kerut atau keriput disebabkan oleh berkurangnya ketebalan dermis sebanyak 20% pada orang tua berkaitan dengan hilangnya serat elastin dan kolagen. Kolagen dan elastin adalah komponen utama lapisan dermis. Hilangnya serat-serat ini berdampak buruk terhadap kelembaban dan ketegangan kulit sehingga meninmbulkan kerut atau keriput (Atmaja, 2009).

Proses penuaan kulit pada dasarnya ada dua macam, yaitu (Muliyawan dan Suriana, 2013) :

  1. Penuaan kronologi (chonological aging ) Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Proses ini terjadi karena adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit khususnya lapisan dermis dan epidermis seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan ini ditandai oleh berkurangnya kelenjar minyak, kulit tampak kering, munculnya kerutan dan bintik-bintik hitam tanda penuaan.
  2. Paparan cahaya (photoaging) Photoaging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat paparan sinar ultraviolet. Kolagen adalah komposisi utama lapisan kulit dermis (lapisan bawah dermis). Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang berperan untuk bertanggung jawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit. Kedua sifat ini merupakan kunci suatu kulit disebut indah dan awet muda. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit akan terlihat kering dan tidak elastis lagi.

        Beberapa kasus penuaan terjadi begitu cepat, dimana tanda – tanda penuaan mulai tampak pada usia yang relatif muda sekitar 20 tahun. Proses penuaan yang berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya ini dikenal dengan penuaan dini. Penuaan dini ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu: (Muliyawan dan Suriana, 2013).

  1. Faktor internal , diantaranya yaitu genetik, asupan nutrisi yang kurang, dan sakit berkepanjangan.
  2. Faktor eksternal, diantaranya yaitu polusi, asap rokok, sinar matahari, dan efek dari gaya hidup tidak sehat.

2.3 Tanda-tanda penuaan

Ciri – ciri fisik penuaan dini menurut Noormindhawati 2013 adalah:

  1. Keriput dan mengendur

Seiring bertambahnya usia jumlah kolagen dan elastin kulit semakin berkurang, akibatnya kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak keriput dan mengendur.

  • Muncul age spot ( noda hitam )

Muncul diarea yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, lengan, dan tangan.

  • Kulit kasar

Rusaknya kolagen dan elastin akibat sinar matahari membuat kulit menjadi kering dan kasar.

  • Pori – pori membesar

Akibat penumpukan sel kulit mati, pori- pori menjadi membesar

2.4 Krim

2.4.1 Krim secara umum

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Ditjen POM, 1995).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumya berupa surfaktansurfaktan anionik, kationik dan nonionik (Anief, 2008).

Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Anwar, 2012)

2.4.2 Krim Malam

Night cream/ight support/Nourishing cream, yaitu pelembab untuk perawatan wajah pada malam hari. Krim ini kandungan lemaknya lebih banyak dan berfungsi sebagai pelicin dan membantu menahan persediaan air.

Bagi sebagian kalangan, mengoleskan krim malam pada malam hari merupakan suatu keharusan. Tetapi bagi kalangan lain, hal tersebut bahkan tidak pernah dilakukan. Padahal jika dilakukan secara rutin,manfaat krim malam bagi kecantikan khususnya kulit wajah cukup banyak. Krim malam efektif memperbaiki kulit dimalam hari kareana dimalam hari kulit lebih siap menyerap antioksidan dan gizi lainya. Krim malam sangat baik diserap kulit saat kita tidur, dimana saat tidur kulit memakai proses alami untuk memperbaiki dirinya. Kulit memperbaiki diri sendiri ketika seseorang tidur sangat nyenyak (Slow wave), dimana disaat inilah manusia mengeluarkan hormon pertumbuhan yang berfungsiumengganti sel-sel rusak. Di malam hari juga proses pengelupasan kulit menjadi sangat aktif, pembaharuan kulit dua kali lebih aktif , serta aliran darah ke kulit meningkat

2.5 Persyaratan Krim

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

  1. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
    1. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi lunak serta homogen.
    1. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
    1. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan. (Widodo, 2013)

2.6 Penggolongan Krim

              Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:

  1. Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.
  2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. (Widodo, 2003)

              Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifatnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air (Lachman, dkk., 1994). Dasar salep emulsi, ada dua macam yaitu:

  1. Dasar salep emulsi tipe A/M seperti lanolin dan cold cream.
  2. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream dan hydrophilic ointment. (Anief, 1994)
  3. Lanolin cream suatu bentuk emulsi tipe A/M yang mengandung air 25% dan digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan mudah dipakai.
  4. Cold cream suatu emulsi tipe A/M dibuat dengan pelelehan cera alba, Cetaceum dan Oleum Amydalarum ditambahkan larutan boraks dalam air panas, diaduk sampai dingin. Dasar salep ini harus dibuat baru dan digunakan sebagai pendingin, pelunak dan bahan pembawa obat.
  5. Vanishing cream, sebagai dasar untuk kosmetik dengan tujuan pengobatan kulit. (Anief, 1994).

2.6 Metode Pembuatan Krim

              Secara umum, pembuatan/peracikan sediaan krim meliputi proses peleburan dan emulsifikasi. Biasanya, komponen yang tidak tercampur dengan air, seperti minyak dan lilin, dicairkan bersama-sama didalam penangas air pada suhu 70-75ºC. Sementara itu, semua larutan berair yang tahan panas dan komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama pada komponen lemak. Kemudian, larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, sementara temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengandukan yang terus menerus sampai mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dan fase cair (Widodo, 2003).

2.7 Pembentukan Krim

              Dibawah pengaruh gravitasi, partikel-partikel atau tetesan-tetesan tersuspensi cenderung meningkat atau mengendap, tergantung pada perbedaan dalam gravitasi spesifik antar fase tersebut. Jika pembentukan krim berlangsung tanpa agregasi apapun, emulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan atau pengadukan. Pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers, dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan biasanya menyebabkan rusaknya tetesan (Lachman, dkk., 1994).

2.8 Kualitas Dasar Krim

              Menurut Anief (2005), krim yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Stabil, krim harus bebas dari inkopatibiltas, stabilpada suhu kamar, dan kelembaban yang ada di dalam kamar.
  2. Lunak, zat yang terdapat di dalam krim tidak boleh mengeras sehingga bahan obat yang terkandung dalam krim dapat dengan mudah dikeluarkan dari wadahnya.
  3. Mudah dipakai, penggunaan krim dujukan untuk mempermudah pengaplikasian bahan obat pada pasien.
  4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan.

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Krim

  1. Kelebihan krim adalah:
  2. Mudah menyebar merata
  3. Mudah digunakan
  4. Praktis
  5. Mudah dibersihkan atau dicuci
  6. Tidak lengket terutama krim tipe M/A
  7. Memberikan rasa dingin terutama krim tipe A/M
  8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup beracun
  9.  Dapat digunakan sebagai kosmetik (Ansel, 2008).
  10. Kekurangan krim adalah:
  11. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam keadaan panas.
  12. Mudah pecah disebabkan karena pengadukan tidak konstan.
  13. Mudah kering dan mudah rusak bila disimpan tidak ditmpat yang tidak sesuai dngan petunjuk penyimpanan (Ansel, 2008).
  • Penyimpanan Krim

              Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube bias saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 1989).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.    Formulasi Krim Malam (Abdul, 2019)

FaseNama BahanJumlah (%)
AAquadest62.10
Gliserin4.00
Glyceryl Caprylate0.50
Xanthan Gum0.50
Hydrogenated Lecithin (and) C12-16 Alcohols (and) Palmitic Acid4.00
BMinyak bunga matahari5.00
Minyak hazelnut5.00
Beeswax4.00
Tokoferol0.20
Butyrospermum Parkii (Shea) Butter3.00
CAquadest5.00
Artocarpus Heterophyllus Seed Extract (and) Maltodextrin (and) Disodium Phosphate (and) Sodium Phosphate2.00
Water (and) Glycerin (and) Cyathea Medullaris Leaf Extract2.00
Butylene Glycol (and) Vibrio Alginolyticus Ferment Filtrate  1.00
Water (and) Glycerin (and) Rumex Occidentalis Extract1.00
DPotassium Sorbate0.30
EPengharum0.40

3.2.      Pembahasan Formulasi Krim Malam

Krim malam dirancang untuk dibiarkan begitu saja pada kulit selama beberapa jam atau tetap menempel pada  kulit bahkan setelah dioleskan dengan kuat. Karena itu, krim malam harus tersusun dengan fase minyak substansial yang akan mudah menyebar tanpa menghilang tetapi juga tidak menempel pada pakaian atau linen tempat tidur yang digunakan. Krim malam cenderung mempunyai kandungan minyak yang tinggi, dengan tipe krim air dalam minyak, yang berbentuk padatan lunak atau krim cair yang kental. Efek pelembab dihasilkan karena pembentukan lapisan oklusif pada kulit permukaan sehingga mengurangi kehilangan atau kekurangan air bagian pada trans-epidermal. Karenanya, permukaan kulit terasa halus oleh aksi pelembab dan membiarkan sel yang ada pada lapisan luar stratum korneum masuk.

Lapisan oklusif mencegah kehilangan kelembaban pada epidermis dan juga memberi kelembapan. Istilah “pelembab” juga telah diterapkan pada krim air-dalam-minyak. Baru-baru ini, krim siang dan malam mengandung Melatonin. Melatonin dianggap sebagai molekul antioksidan yang kuat, dan itu adalah salah satu yang paling kuat · OH pemulung radikal di alam. Liposfer sistem operator selanjutnya dapat meningkatkan penetrasi molekul Melanin melalui lapisan kulit. Pada wanita dengan penuaan kulit, krim berbasis melatonin memperbaiki tonisitas kulit dan hidrasi kulit secara signifikan dengan mengurangi kekasaran kulit secara signifikan, mendukung efek anti penuaan kulit ketika dioleskan secara topikal.

Air Deionized adalah air yang telah dihilangkan semua ionnya- biasanya semua yang terlarut garam mineral . Gliserin digunakan sebagai humektan / emolien. Glyceryl Caprylate adalah agen pengkondisi kulit – emolien; surfaktan – agen pengemulsi (EWG’s skin deep,2019) (Cosmetic info,2016). Efek sinergis pada isopropil miristat dan gliseril monokapril yang dapat meningkatkan permeasi transdermal dengan cara mengganggu lapisan lipid SC (Furuishi dkk, 2010). Lonicera caprifoleum dan Lonicera japonica di kombinasi dengan glyceryl caprylate dan / atau asam levulinic, asam p-anisat, dan etanol (5%) akan memberi peran yang penting untuk meningkatkan sistem pemeliharaan diri dan untuk menghasilkan produk kosmetik yang stabil dan aman (Papageorgiu dkk, 2010).

Glyceryl Caprylate adalah bahan yang disukai banyak orang pada produk perawatan alami (diklaim aman untuk produk bayi) dan berasal dari tanaman, dan sumber daya berharga karena banyak diproduksi. Glyceryl Caprylate melembabkan dan menyeimbangkan pH kulit. Antimikroba dan sifat antijamur akan menjaga bakteri penyebab bakteri sehingga diperlukan kandungan bahan pengawet alami yang mencegah adanya jamur. Hal ini sangat kompatibel dengan bahan organik tetapi juga dapat berinteraksi dengan zat besi tambahan . Hal tersebut dapat membantu melembabkan dan melembabkan kembali meningkatkan dan menjaga kelembaban dan keseimbangan lingkungan kulit. Juga dapat membantu untuk membersihkan kotoran karena aktivitasnya yang kuat terhadap Propionibacterium acnes (Papageorgiu dkk, 2010).

Xanthan gum (XG) adalah aexopolysaccharide kompleks yang diproduksi oleh pabrik-bakteri patogen Xanthomonas campestris pv. (Bakteri Xanthomonas, genus bakteri Gram-negatif yang menunjukkan beberapa spesies berbeda) dan banyak digunakan sebagai pengental (pembentuk gel) atau pengubah viskositas (Takeuchi dkk, 2009). Dan juga digunakan sebagai agen stabilisasi; agen suspensi; agen rilis berkelanjutan . Penggunaan bioadhesif Hidrogel untuk perawatan kulit memberikan keuntungan penting seperti waktu tinggal yang lama di tempat aplikasi dan mengurangi frekuensi administrasi produk. Hidrogel formulasi menunjukkan reologi elastis. Viskositas kompleks dari homopolimer karbomer hidrogel tipe C lebih tinggi dari pada kappa hidrogel karagenan. Formulasi yang dikombinasikan homomer polimer tipe C dengan  xanthan gum atau dengan karbomer kopolimer tipe B adalah yang paling menjanjikan . Sehingga telah banyak digunakan sebagai aditif dalam berbagai industri dan aplikasi biomedis seperti makanan dan kemasan makanan, kosmetik, cat berbasis air, perlengkapan mandi, minyak bumi, pemulihan minyak, bahan konstruksi dan bangunan, dan pengiriman obat. Baru-baru ini, beberapa penelitian telah menunjukkan potensi besar dalam rekayasa masalah aplikasi dan berbagai metode modifikasi miliki telah digunakan untuk memodifikasi xanthan gum sebagai polisakarida untuk tujuan ini (Kumar dkk, 2018).

Biophilic H adalah pengemisi lamelar O / W berbasis fosfolipid dirancang untuk pembuatan formula elegan dan sangat nyaman. Struktur lamellarnya memiliki afinitas khusus pada kulit, menghasilkan efek kulit kedua untuk biokompatibilitas maksimum dan toleransi . Lecithin terhidrogenasi adalah produk dari hidrogenasi Lecithin. Bilayers ini merupakan fosfolipid, dalam air dapat membentuk liposom, berbentuk bulat di mana rantai asil berada di dalam dan tidak terkena fase air. Lesitin dan Dihidrogenasi Lecithin digunakan dalam sejumlah besar kosmetik formulasi sebagai agen pengkondisi berbagai kulit dan sebagai zat pengemulsi surfaktan. Dihidrogenasi Lecithin juga digunakan sebagai agen suspensi-non- surfaktan. Berdasarkan data yang tersedia, Lecithin dan Lecithin terhidrogenasi aman seperti yang digunakan dalam pembilasan produk kosmetik; mereka dapat digunakan dengan aman pada konsentrasi hingga 15%, Konsentrasi tertinggi diuji dalam iritasi dan kepekaan klinis studi; tetapi keamanan penggunaan tidak dapat dibuktikan apabila produk terhirup. Karena kemungkinan adanya pembentukan nitrosamin, bahan-bahan ini tidak boleh digunakan dalam produk kosmetik di mana N- senyawa nitroso dapat dibentuk (Fiume dkk, 2001). Secara fungsional minyak bunga matahari adalah pengencer; yg melunakkan; agen pengemulsi; pelarut; pengikat tablet.

Minyak bunga matahari tidak membahayakan adaptasi fungsi sawar kulit pada neonatus selama lima minggu pertama kehidupan (Kanti dkk, 2017). Minyak alami dioleskan sebagai bagian dari minyak tradisional pijat untuk neonatus di banyak negara berkembang. Aplikasi topikal minyak yang diperkaya linoleat seperti minyak biji bunga matahari dapat meningkatkan fungsi penghalang kulit dan meningkatkan hasil pada neonatus dengan gangguan fungsi penghalang. Minyak mustard, digunakan secara rutin pada perawatan bayi baru lahir, memiliki efek toksik pada penghalang epidermis yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut (Darmstadt dkk, 2002) (Kanti dkk, 2002). Aplikasi minyak zaitun topikal selama 4 minggu menyebabkan penurunan stratum korneum yang signifikan dan eritema ringan yang diinduksi pada relawan dengan dan tanpa riwayat dermatitis atopik. Biji bunga matahari integritas stratum korneum minyak diawetkan, tidak menyebabkan eritema, dan hidrasi yang meningkat pada saat yang sama sukarelawan.

Berbeda dengan minyak biji bunga matahari, oles perawatan dengan minyak zaitun secara signifikan merusak kulit penghalang, dan karenanya memiliki potensi untuk mempromosikan perkembangan, dan memperburuk dermatitis atopik yang ada (Danby dkk, 2013). Beberapa penelitian telah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara efek pelembab dan toleransi kulit minyak nabati murni dan murni bila dimasukkan ke dalam emulsi kosmetik. Kandungan fosfolipid dari Minyak kemiri berkurang dari 286 ppm dalam minyak murni menjadi jejak dalam minyak sulingan. Meski begitu, efek pelembab didapat dengan emulsi yang mengandung minyak olahan yang diperkaya adalah terbukti sama dengan yang diperoleh dengan minyak perawan emulsi (Masson dkk, 1990). Minyak kemiri mengandung 66-85% asam oleat, 7-25% asam linoleat, asam palmitat 4-9% dan stearat 1-6% asam.

Ketika digunakan dalam kosmetik dan produk perawatan pribadi, minyak kemiri dan Minyak Hazelnut terhidrogenasi berfungsi sebagai agen pengkondisi kulit – emolien dan kulit- agen pengkondisian – oklusif. Itu dimuat dengan kulit- vitamin bergizi dan asam lemak esensial yang membantu melindungi kulit terhadap kerusakan akibat sinar matahari, meningkatkan kolagen produksi, dan banyak lagi. Hazelnut tidak berminyak dan terbaik digunakan untuk mereka yang memiliki kulit berminyak tetapi masih ingin menikmati banyak manfaat minyak pembawa (Varinia dkk, 2014). Vitapherole E1000 (Minyak Biji Tokoferol dan Helianthus Annuus kombinasi); Vitapherole adalah lini sumber alami IP vitamin E atau tokoferol termasuk α-tokoferol, dicampur tokoferol, dan asetat. Mereka melindungi kulit dari stressor lingkungan seperti polusi dan UV. Tokokol juga membantu mengencangkan dan mengencangkan kulit yang menjadikan vitamin E sebagai tambahan yang tepat untuk semua formula penuaan.

Shea butter adalah lemak nabati diperoleh dari buah pohon asli Afrika, Butyrospermum parkii. Shea butter terutama terdiri dari asam lemak seperti asam stearat dan asam oleat. Produk ini dapat digunakan dalam formulasi dari 1% hingga 100% Ini adalah emolien alami yang akan menambah kelembapan kembali ke dalam kulit sementara juga mengurangi pembengkakan. Pohon shea adalah banyak ditemukan di sabuk lebar sabana termasuk Negara-negara Afrika Barat seperti Nigeria, dan lebih jauh ke timur di Uganda. Saat ini, shea butter, terutama yang tradisional satu (disebut BIO-shea butter) minat kosmetik dan perusahaan farmasi, mengandung unsur-unsur gizi seperti asam lemak esensial (asam oleat dan linoleat), mineral (kalsium, besi, tembaga, magnesium, natrium, kalium dan seng), vitamin (A dan E) dan karoten, yang murah dan vitamin (A dan E) dan karoten, yang akan menyajikannya sebagai nutrisi yang tersedia, murah dan mudah diakses (Varinia dkk, 2014).

Whitessence ™ adalah alami yang kuat agen pencerah yang diekstrak dari biji nangka Asia. protein spesifik Whitessence ™ menghambat transfer melanin dari melanosit ke keratinosit. Penurunandalam jumlah melanin pada permukaan kulit menghasilkan kulit yang jelas dan lembut  . Exo-T ™, exopolysaccharide dari Kopara (tikar mikroorganisme) tinggal di ekosistem unik di pinggiran Prancis Atol Polinesia, bertindak sebagai agen anti-kerut, agen anti-penuaan dan regenerasi / revitalisasi . Selain itu, Tyrostat ™ 9 diklaim kuat sebagai penghambat kuat aktivitas enzim tirosinase, salah satunya enzim utama yang terlibat dalam proses pigmentasi . Kalium sorbat adalah garam kalium sorbate yang digunakan sebagai counterion. Potassium Sorbate dapat berguna sebagau bahan pengawet yang digunakan dalam perawatan kosmetik dan kulit dengan formula sebagai alternatif paraben untuk mencegah atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dan melindungi produk. Fenoksietanol, asam sitrat, natrium benzoat, dan kalium sorbat sangat umum di semua kategori produk kosmetik, ditemukan dalam sebuah studi di mana 2300 produk yang tersedia secara komersial di Spanyol dikumpulkan dan diperiksa untuk mengidentifikasi frekuensi varietas yang luas bahan pengawet dalam berbagai kategori produk (Varinia dkk, 2014).

BAB IV

KESIMPULAN

  1. Night cream/ight support/Nourishing cream, yaitu pelembab untuk perawatan wajah pada malam hari. Krim ini kandungan lemaknya lebih banyak dan berfungsi sebagai pelicin dan membantu menahan persediaan air.
  2. Formulasi krim malam terbagi menjadi 5 fase yaitu fase A,B,C,D, dan E. Dimana fase A terdiri dari Aquadest, Gliserin, Glyceryl Caprylate, Xanthan Gum, Hydrogenated Lecithin (and) C12-16 Alcohols (and) Palmitic Acid, fase B terdiri dari Minyak bunga matahari, Minyak hazelnut, Beeswax, Tokoferol, Butyrospermum Parkii (Shea) Butter, fase C terdiri dari Aquadest, Artocarpus Heterophyllus Seed Extract (and) Maltodextrin (and) Disodium, Phosphate (and) Sodium Phosphate, Water (and) Glycerin (and) Cyathea Medullaris Leaf Extract, Water (and) Glycerin (and) Cyathea Medullaris Leaf Extract, Butylene Glycol (and) Vibrio Alginolyticus Ferment Filtrate, Water (and) Glycerin (and) Rumex Occidentalis Extract, fase D terdiri dari Potassium Sorbate, dan fase E terdiri dari Pengharum.
  3. Metode pembuatan/peracikan sediaan krim meliputi proses peleburan dan emulsifikasi.
 
 
 
 
 
 
 
 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kader. Skin Care Creams: Formulation and Use. 2019. Bangladesh.

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktik (Gadjah Mada University Press 1977)

Ansel, C.H. (1989). Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Halaman 390, 489.

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2009). Cosmetic Science and Technology. Edisi kedua. New York: John Willy and Son Inc. Halaman 463

Cosmetic Info (2016) Glyceryl Caprylate

Danby SG, AlEnezi T, Sultan A, Lavender T, Chittock J, et al. (2013) Effect of olive and sunflower seed oil on the adult skin barrier: implications for neonatal skin care. Pediatr Dermatol 30(1): 42-50.

Darmstadt GL, Mao-Qiang M, Chi E, Saha SK, Ziboh VA, et al. (2002) Impact of topical oils on the skin barrier: possible implications for neonatal health in developing countries. Acta Paediatr 91(5): 546-54.

Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

EWG’s Skin Deep (2019) Glyceryl Caprylate.

Fiume Z (2001) Final report on the safety assessment of Lecithin and Hydrogenated Lecithin. Int J Toxicol 20 Suppl 1: 21-45.

Furuishi T, Fukami T, Suzuki T, Takayama K, Tomono K (2010) Synergistic effect of isopropyl myrustate and glyceryl monocaprylate on the skin permeation of pentazocine. Biol Pharm Bull 33 (2) 294-300.

Kanti V, Günther M, Stroux A, Sawatzky S, Henrich W, et al. (2017)Influence of sunflower seed oil or baby lotion on the skin barrier function of newborns: A pilot study. J Cosmet Dermatol 16(4): 500-507.

Kanti V, Grande C, Stroux A, Bührer C, Blume-Peytavi U, et al. (2002) Influence of sunflower seed oil on the skin barrier function of preterm infants: a randomized controlled trial. Dermatology 229(3): 230-9.

Kumar A, Rao KM, Han SS (2018) Application of xanthan gum as polysaccharide in tissue engineering: A review. Carbohydr Polym. 180: 128-144.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Masson P, Merot F, Bardot J (1990) Influence of hazelnut oil phospholipids on the skin moisturizing effect of a cosmetic emulsion. Int J Cosmet Sci 12(6): 243-51.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic and Science. Elsevier Amsterdam Netherlands : 191-198, 335-338.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Halaman 14, 16 – 17, 21 – 25, 141 – 142, 312.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: Kompas Gramedia. Halaman 2, 11, 24, 84.

Papageorgiou S, Varvaresou A, Tsirivas E, Demetzos C (2010) New alternatives to cosmetics preservation. J Cosmet Sci 61(2): 107-123.

Parente ME, Ochoa Andrade A, Ares G, Russo F, Jiménez-Kairuz Á (2015) Bioadhesive hydrogels for cosmetic applications. Int J Cosmet Sci 37(5): 511-518.

Pastor-Nieto MA, Alcántara-Nicolás F, Melgar-Molero V, Pérez-Mesonero R, Vergara-Sánchez A, et al. (2017) Preservatives in Personal Hygiene and Cosmetic Products, Topical Medications, and Household Cleaners in Spain. Actas Dermosifiliogr 108(8): 758-770.

Takeuchi A, Kamiryou Y, Yamada H, Eto M, Shibata K, et al. (2009) Oral administration of xanthan gum enhances antitumor activity through Toll-like receptor 4. Int Immunopharmacol. 9(13-14): 1562-1567.

Tranggono, dan Latifah,F. 2007. Buku Pengantar Ilmu Kosmetik. Jakarta :Gramedia Pustaka Umum. Hal : 11, 12, 13

Varinia Michalun M, Joseph Di Nardo (2014) Skin Care and Cosmetic Ingredients Dictionary, published by Cengage Learning, ISBN 1285060792, 9781285060798.

Widodo, Hendra. (2013). Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker, D-Medika, Jogjakarta.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/download/8763/804580458112 diakses pada tanggal 10 juli 2020 jam 19:03 WIB

http://traderulebook.ekon.go.id/assets/indonesia/7272.KH.00.01.3352.i.html diakses pada tanggal 10 juli 2020 jam 19:03 WIB

TUGAS TEKNOLOGI KOSMETIKA KELOMPOK 7

Nikolaus Yosep Maulana Turnip     (19334726)

Pinesti                                                  (19334728)

Tedy Ria Atmaja                                 (19334729)

Fitria Febri Eva Deni                          (19334730)

Asriyan Fasa                                       (19334731)

Sela Dwi Agraini                                (19334732)

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Amelia Febriani, S. Farm.,MSi, Apt

Mata Kuliah: Teknologi Kosmetika (K)

KRIM ANTI KERUT (ANTI WRINKLE CREAM) MENGGUNAKAN MINYAK BIJI KELOR (Moringa oleifera)

Pada perkembangan peradaban manusia di zaman modern, hubungan antar manusia semakin intens dan mudah dilakukan baik pada hubungan kerja, social maupun budaya. Oleh karena itu penampilan kulit yang sehat, menarik, terlihat muda dan cantik sangat dibutuhkan manusia untuk memperindah kulit wajahnya. Wrinkle (kerutan) diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula, proses pencegahan kerutan dapat mempetahankan fungsi organ tubuh agar tetap optimal, sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan penampilan dan kualitas hidupnya yang baik serta lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya

Penuaan dapat dilihat dengan tujuh tanda kunci seperti garis-garis halus dan kerutan, perubahan warna dan tekstur kulit,permukaan kulit kusam, pori-pori terlihat, Blotchiness, bintik-bintik penuaan dan Kekeringan. Di antara semua tanda-tanda ini, penampilan garis-garis halus dan kerutan pada kulit adalah tanda penuaan yang umum dan paling menonjol. Jadi krim kulit yang digunakan untuk mencegahtanda-tanda penuaan juga disebut sebagai krim anti-kerut (Antiwrinkle).

Salah satu penyebab kulit menjadi keriput adalah radikal bebas, spesies yang mempunyai elektron tidak berpasangan sehingga sangat reaktif dan bersifat merusak sel dan jaringan tubuh. Secara alami, radikal bebas terbentuk di mitokondria pada setiap sel yang bertugas memproses glukosa dan oksigen menjadi energi melalui reaksi enzimatik. Selain itu radikal bebas juga muncul melalui pejanan UV, radiasi rendah, sinar elektromagnetik dan proses pembakaran.

Radikal bebas dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan baik sintetik ataupun alam. Contoh antioksidan sintetik adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA) dan Butil Hidroksi Toluen (BHT), sedangkan antioksidan alami dapat diperoleh dari tanaman.Antioksidan sangat membantu untuk mencapai pembersihan radikal bebas yang efisien, karena mereka saling menghilangkan radikal bebas. Vitamin E, Vitamin C, asam lipoat, koenzim Q10, asam nikotinat, dan glutation bebas menetralkanradikal dengan metode yang berbeda, dan mereka saling melengkapi satu sama lain. Berdasarkan data ini, biji kelor (Moringa oleifera) dipilih untuk mengevaluasikhasiat anti kerut dari minyak biji yang kaya akan antioksidan. Formulasi yang disiapkan adalah herbalformulasi yang dapat mengurangi efek samping dari formulasi yang dipasarkan menggunakan bahan kimia

Krim

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat berupa padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika

Pada umumnya krim dibuat dengan melelehkan bahan-bahan krim berupa lemak pada suhu 70o C. Memanaskan bahan-bahan krim larut air pada suhu 70oC, kemudian perlahan-lahan menuangkannya ke dalam lelehan lemak, diaduk homogen hingga dingin

Kulit Keriput (Skin Wrinkle)

Secara histologis, untai jaringan konektif tebal hipodermis yang mengandung sel otot terdapat dibawah keriput. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa seiring penuaan, terjadi perubahan pada struktur musculoaponeurosis yang mengakibatkan peningkatan kelemasan dan menyebabkan pembesaran keriput ekspresi tertentu seperti keriput pada lipatan nasolabial. Seperti otot yang ditandai dengan striae, otot muka juga menunjukkan akumulasi “pigmen umur” yakni lipofuscin, suatu petanda kerusakan selular, dan pemburukan otot seiring umur yang diperburuk oleh berkurangnya kontrol neuromuskular ini ikut menyebabkan pembentukan keriput (Yaar and Gilchrest, 2007).

Gaya gravitasi yang terus bekerja terhadap tubuh mempengaruh elastisitas kulit, mempengaruhi distribusi jaringan lunak muka sehingga menyebabkan pengenduran kulit. Elastisitas kulit wajah adalah kemampuan kulit wajah untuk kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Elastisitas kulit sangat terkait dengan jumlah serabut elastin dan kolagen. Elastisitas kulit menurun seiring dengan penuaan. Ketika kulit menjadi semakin kendur seiring usia dan penopang jaringan lunak berkurang, gaya gravitasi juga menjadi faktor penting. Gravitasi mengerahkan gaya mekanik yang menarik kulit muka sehingga mengakibatkan pembentukan kulit yang kendur dan lentur. Seiring penuaan, lemak memang menyusut dari area muka tertentu yang meliputi dahi, daerah preorbital, buccal, temporal dan perioral. Sebaliknya, terjadi peningkatan bagian besar jaringan lemak secara menyolok pada area lain yang meliputi daerah submental, pipi bawah, dan lipatan nasolabial dan area lateral pipi. Berbeda dari tampilan muka muda yang lemaknya tersebar secara difuse, pada kulit muka yang menua lemak cenderung terakumulasi dalam kantong wajah, dan kemudian ketika kelebihan lemak ini terkena gaya gravitasi, maka kulit menjadi kendur

Kelor (Moringa oleifera)

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman kelor (Moringa oleifera) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom              : Plantae (Tumbuhan)

Divisi                    : Spermatophyta

Sub divisi             : Angiospermae

Kelas                    : Dicotyledone

Sub kelas              : Dialypetalae

Ordo                     : Rhoeadales (Brassicales)

Famili                   : Moringaceae

Genus                   : Moringa

Spesies                 : Moringa oleifera

(Rollof et al, 2009)

Biji Kelor Tanaman kelor juga memiliki kandungan fenolik yang terbukti efektif berperan sebagai antioksidan. Efek antioksidan yang dimiliki tanaman kelor memiliki efek yang lebih baik daripada Vitamin E secara in vitro dan menghambat peroksidasi lemak dengan cara memecah rantai peroxyl radical. Fenolik juga secara langsung menghapus reactive oxygen species (ROS) seperti hidroksil, superoksida dan peroksinitrit

Formulasi krim anti kerut dari minyak biji kelor

Minyak biji kelor 2%

Asam stearat                    6%

Setil Alkohol                    6%

Parafin cair                       6,6%

Gliserin                             3%

Metil paraben                   0,02%

Propilen glikol                  30%

Air                                    ad 100%

Cara pembuatan krim anti kerut dari minyak biji kelor

Pengemulsi (asam stearat) dan komponen larut minyak lainnya (Cetyl alkohol, parafin cair) dilarutkan dalam fase minyak (Bagian A) dan dipanaskan hingga 75 ° C.

Pengawet dan komponen larut air lainnya (Metilparaben, Gliserol, Propilen glikol, ekstrak etanol biji kelor dilarutkan dalam fase air (Bagian B) dan dipanaskan hingga 75 ° C

Setelah pemanasan, fase berair ditambahkan dalam bagian-bagian ke fase minyak dengan pengadukan terus menerus sampai pendinginan pengemulsi terjadi.

Krim yang sudah jadi di evaluasi

Evaluasi

Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi penentuan pH, viskositas, tes pewarnaan, homogenitas, penampilan, jenis apusan, penghilangan,uji iritasi dan analisis stabilitas dengan cycling test. Berbagai tes bisa dilakukan untuk mengevaluasi kemanjuran antiwinkle adalah: Pengukuran skor kerut, evaluasi histologis, percobaan invitro, Kemanjuran Hydrating dan Anti-Wrinkle, Pewarnaan, tes Anti-kerut pada tikus sehat menggunakan jejak silikon, Penilaian instrumental menggunakan tewameter MPA 5, kelembaban kulit dan TEWL, Evaluasi Permukaan Kulit Hidup (SELS), volume dan energi yang dapat dipelajari menggunakan Visioscan® VC 98 / software SELS 2000.

Untuk makalah lengkapnya bisa di download di link dibawah ini